- Home >
- Kajian al-Qur'an
Posted by : Unknown
Selasa, 15 November 2016
Sejarah Shalat dari Masa-kemasa
Sejarah Shalat
By: Muhammad
Sebelum
umat Nabi Muhammad saw diwajibkan untuk mengerjakan shalat lima waktu dalam
sehari semalam, ternyata umat nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad sudah diwajibkan
mengerjakan shalat. Dalam al-Qur’an sudah dijelaskan tentang kewajiban mengerjakan shalat nabi-nabi terdahulu serta
umat-umatnya. Akan tetapi, yang mucul dalam benak pikiran apakah umat-umat
terdahulu juga mengerjakan shalat lima waktu sebagaimana umat Muhammad saw?
Apakah nama shalat mereka sama dengan nama shalat umat Muhammad saw? Semenjak
kapan Nabi Muhammad diperintahkan mengerjakan shalat? Pertanyaan-pertanyaan ini
yang akan menjadi pembahasan kita pada pembahasan sejarah shalat.
1-
Sejarah Shalat Sebelum Islam
Tercatat
dalam sejarah bahwa umat terdahulu juga mengerjakan shalat, sebagai bukti dalam
ajaran agama Ariyah dan Samiyah mewajibkan semua orang mengerjakan shalat dalam
waktu-waktu yang telah ditentukan. Begitu
pula dengan agama Majusi, dalam ajaran mereka mewajibkan bagi semua orang yang
telah menginjak masa baligh untuk mengerjakan shalat tiga kali
dalam sehari semalam. Yang pertama shalat Subuh,
kedua shalat Asar, dan ketiga shalat Isya’.
Dalam agama Majusi ini pun terdapat shalat sunnah seperti shalat saat menaiki
kendaraan dan turun dari kendaraan.
Agama
Yahudi pun juga mewajibkan umatnya
mengerjakan shalat dalam sehari semalam, shalat pada hari Sabtu,
saat tiba awal bulan, shalat setiap ada acara tertentu, dan shalat
jenazah. Adapun shalat dalam sehari semalam yang diwajibkan oleh agama Yahudi
adalah shalat pada tengah malam dan shalat Subuh
yang mereka beri nama dengan Syama’.
Saat mengerjakan shalat Syama’ ini orang-orang Yahudi membaca ayat-ayat
tertentu yang ada dalam kitab Taurat. Syama’ merupakan ritual ibadah
yang dikerjakan sebelum tidur dan saat bangun dari tidur, mereka mempunyai
keyakinan dengan mengerjakan shalat pada dua waktu di atas dapat menghindarkan
diri dari sesuatu yang menyakitkan, menjauhkan dari kejelekan, ruh-ruh jahat,[1]
dan dapat memadamkan api neraka.
Selain
dua shalat di atas agama Yahudi juga mengerjakan tiga shalat lain yang mereka
beri nama dengan Tephillah, Yang pertama shalat yang mereka sebut dengan
Tephillah Hasyhar yaitu shalat yang dikerjakan pada waktu subuh,[2]
kedua shalat Asar yang mereka sebut dengan Tephillah Hamnahah, dan
ketiga Tephillah Ha’rabit yang mereka kerjakan pada waktu shalat Maghrib.
Jika dijumlah, shalat yang dikerjakan oleh orang-orang Yahudi baik dari Syama’
dan Tephillah maka jumlahnya ada lima kali shalat yang mereka kerjakan
dalam sehari semalam.
Selain
shalat lima waktu di atas, mereka juga mengerjakan shalat pada hari Sabtu
sedangkan orang-orang Nashrani mengerjakan pada hari Minggu.
Ini sama halnya dengan orang Islam yang mengerjakan shalat pada hari Jumat.
Adapun
shalat yang dikerjakan oleh orang Yahudi pada waktu datangnya awal bulan ini,
juga dikerjakan oleh orang-orang Majusi yang mereka sebut
dengan nama shalat Antaremah.[3]
Selain dua agama itu, agama Budha dan orang-orang Eropa juga menjalankannya.
2-
Shalat Pada Zaman Jahiliyah Dan Penyembah Berhala
Tidak
terdeteksi dalam sejarah bahwa orang-orang Jahiliyah dan penyembah berhala
mengerjakan shalat, sebab tidak ditemukan sama sekali kalimat shalat dari
goresan pena mereka, namun hal ini tidak menunjukkan mereka tidak mengerjakan
shalat, sebab pada musim-musim tertentu mereka berbondong-bondong mengerjakan
haji, memiliki syiar agama tertentu, dan metode pendekatan diri pada tuhan
mereka. Merupakan hal yang mustahil apabila
mereka bodoh akan shalat, sebab shalat itu
sendiri menjadi hal yang sangat lumrah bagi semua agama. Meski shalat merupakan
hal lumrah, namun kita tidak bisa mengatakan shalat orang Jahiliyah sama dengan
metode shalat orang Yahudi dan Nashrani, sebab pemahaman dan praktek shalat
berbeda-beda mengikuti perbedaan agama.
Dalam
al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa orang Jahiliyah
di Makkah juga mengerjakan shalat, dalam surat al-Anfal ayat 35 menyebutkan:
(وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ
عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً)
Artinya:
“Dan shalat mereka di sekitar Baitullah
itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan.”
Mengenai
ayat di atas ulama Tafsir menjelaskan bahwa orang-orang Quraisy melakukan tawaf
di sekeliling Baitullah dalam keadaan telanjang, bersiul, dan bertepuk tangan.
Shalat menurut pandangan orang-orang Jahiliyah
hanya sebatas doa, mereka mengganti posisi
bacaan tasbih dengan siulan dan tepuk tangan.[4] Sedangkan
menurut ulama lain, ritual orang Jahiliyah
tidak bisa dikatakan dengan
shalat ataupun ibadah, sebab dalam ritual
itu mereka hanya bermain dan bersenda
gurau.[5]
Bila dilihat dari model shalat yang mereka lakukan, memang sangat tidak pantas dikatakan
sebagai ibadah, sebab dalam
beribadah seorang manusia harus menghadap pada Tuhan dengan sopan dan tawadlu’.
Sedangkan shalat yang mereka praktekkan menafikan kesopanan dan ketawadlu’an.
Cara
ibadah yang lakukkan oleh orang Jahiliyah (bermain-main, canda, dan gurau) juga
sering kita temukan pada agama-agama lain, yang shalat mereka dengan
menggunakan lagu, musik, dan tarian. Mereka meyakini bahwa ibadah dengan cara
demikian bisa mendapatkan ridla dan belas
kasih dari tuhannya. Padahal ibadah dengan menggunakan cara tersebut merupakan
ibadah orang-orang Jahiliyah
(orang bodoh).
3-
Ibadah Shalat Pra Isra’ Mi’raj
Syari’at
Islam diturunkan dengan cara berangsung-angsur dan sedikit demi sedikit.
Allah menurunkan syari’at dengan cara berangsung-angsur agar umat Islam tidak
merasa berat dan kaget dalam memeluk agama Islam. Seperti
keharaman minuman keras, terdapat empat
tahap saat mengharamkan minuman yang memabukkan ini. Bahkan Siti ‘Aisyah pernah
berkata: “Bila
minuman keras diharamkan secara sekaligus maka tidak ada satupun orang Arab
yang mau memeluk agama Islam.” Siti ‘Aisyah
berkata demikian, melihat kondisi orang Arab yang minum khamer
sama halnya kita yang minum air tawar.
Demikian
juga dengan kewajiban ibadah shalat, shalat bukanlah kewajiban bagi orang Islam
saat permulaan Nabi Muhammad saw diangkat menjadi Rasul Allah, namun pada waktu
permulaan kenabian, Allah hanya menanamkan pada hati pemeluk agama Islam kalimat
Tauhid (Keesaan Allah) saja. Setelah tertanam dalam hati mereka Kalimat Tauhid,
barulah Allah mewajibkan shalat pada pemeluk agama Islam pada waktu malam Isra’
dan Mi’raj.
Dari
sini, bisa ditarik sebuah kesimpulan, jika shalat tidak diwajibkan bagi Nabi
Muhammad dan semua umatnya sebelum adanya Isra’ dan Mi’raj, kecuali ritual
shalat yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad seperti shalat pada paruh kedua dari
pertengahan malam.[6]
Meskipun
shalat bukanlah sebuah kewajiban bagi umat Islam sebelum Isra’ dan Mi’raj,
namun tidak bisa diragukan bahwa Nabi sudah mengerjakan shalat saat di Makkah
sebelum Isra’, sebab al-Qur’an menjelaskan dalam surat al-Mudatsir, al-Kautsar,
dan surat yang diturunkan di Makkah lainnya, bahwa Rasul saw sudah mengerjakan shalat.
Demikian pula yang tercatat dalam buku-buku Sejarah dan Hadits-Hadits Rasul
saw, bahwa Rasul saw mengerjakan shalat bersama dengan Siti Khadijah hingga Khadijah
wafat, sedangkan wafatnya Khadijah sebelum Isra’. Abu Talib juga pernah melihat
Rasul saw mengerjakan shalat bersama Abu
Thalib, sedangkan Abu Thalib meninggal sebelum Isra’.
Bila
diteliti lebih lanjut, pertama kali wahyu diturunkan
adalah surat al-‘Alaq dan dalam surat tersebut sudah menjelaskan tentang orang
Quraisy yang melarang Nabi saw mengerjakan shalat sebagaimana firman Allah surat al-‘Alaq ayat 9-10:
(أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى
عَبْداً إِذَا صَلَّى)
Artinya: “Bagaimana pendapatmu
tentang orang melarang. Seorang hamba ketika dia
melaksanakan shalat.”
Ayat ini diturunkan spesial untuk Abdul Uzzah bin
Hisyam (Abu Jahal) yang melarang Nabi Muhammad saw mengerjakan shalat di Maqam
Ibrahim. Abu Jahal berkata: “Bila aku melihat Muhammad
mengerjakan shalat maka akan aku tusuk lututnya.”[7]
Dalam riwayat lain menjelaskan bahwa
perintah melaksanakan wudlu dan shalat
sudah dimulai semenjak pertama kali Jibril diutus Allah untuk memberitahukan
pada Nabi Muhammad bahwa dirinya terpilih menjadi utusan Allah di muka bumi.
Pada saat itu juga, Jibril mengajarkan Nabi Muhammad saw cara berwudlu dan shalat
dengan cara Jibril berwudlu terlebih dahulu kemudian Nabi saw mengikutinya,
kemudian Jibril shalat dan Nabi saw pun
mengikutinya. Setelah usai belajar wudlu dan shalat pada Jibril,
Nabi Muhammad saw mengajarkannya pada Siti Khadijah.[8]
Dari bukti-bukti di atas sangat jelas
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw sudah mengerjakan shalat di hadapan semua manusia
semenjak tahun pertama dari tahun kenabiannya.
Namun sekarang yang masih janggal
dalam pikirian adalah berapa kali Nabi Muhammad saw shalat
dalam sehari semalam? Berapa rakaat shalat Nabi Muhammad saw sebelum
diwajibkannya shalat lima waktu?
Sejarah mencatat, bahwa sebelum
disyariatkan shalat lima waktu dalam sehari semalam pada malam Isra’, Nabi
Muhammad saw sudah mengerjakan shalat, namun pada waktu itu Nabi Muhammad saw
hanya mengerjakan shalat dua kali dalam sehari semalam yang waktunya terletak pada pagi hari dua rakaat
dan sore hari dua rakaat.[9]
Jadi pada permulaan terutusnya Nabi Muhammad saw sudah jelas bahwa beliau
mengerjakan shalat. Adapun shalat yang beliau kerjakan hanya dua kali dalam
sehari semalam dan berjumlah empat rakaat.
4- Ibadah Shalat Pasca Isra’ Mi’raj
Ulama sepakat shalat lima waktu
diwajibkan pada waktu malam Isra’ Mi’raj. Namun mereka masih berselisih
pendapat mengenai tragedi Isra’ itu sendiri. Sebagian riwayat menyatakan Nabi
saw Isra’ pada bulan ke 15 dari terutusnya menjadi Rasulullah. Ada pula yang
mengatakan Isra’ terjadi tiga tahun sebelum hijrahnya Nabi saw ke Madinah.
Ulama lain mengakatan Isra’nya Nabi saw terjadi satu tahun sebelum hijrah. Sebagian
lagi berpandangan bahwa Nabi Isra’ pada tahun kelima dari kenabian.[10]
Dan sebagian sejarawan muslim berpandangan malam Isra’ terjadi pada tahun ke 11
dari kenabian[11]
dan Isra’ tersebut setelah wafatnya Siti Khadijah.
Dari sekian pendapat mengenai Isra’
dan Mi’raj, penulis lebih memilih pendapat yang terakhir, sebab mayoritas
sejarawan menyatakan Siti Khadijah wafat pada tahun ke 10 dari kenabian dan itu
sebelum Isra’. Bila ada ulama yang berpendapat sebelum Siti Khadijah wafat
sudah menjalakan ritual shalat maka shalat yang dikerjakan oleh Siti Khadijah
itu bukanlah shalat lima waktu, akan tetapi beliau shalat sebagaimana Rasul saw
mengerjakan shalat sebelum diwajibkannya shalat lima waktu.
Dari keterangan di atas, kita bisa
memahami bahwa shalat lima waktu diwajibkan saat Isra’. Hal ini berdasarkan Hadits
Rasul saw yang diriwayatkan oleh Muslim yang artinya: “Hadits riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: “Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku didatangi Buraq. Lalu aku menunggangnya sampai ke Baitul Maqdis.
Aku mengikatnya pada pintu masjid yang biasa digunakan mengikat tunggangan oleh
para nabi. Kemudian aku masuk ke masjid
dan mengerjakan shalat dua
rakaat. Setelah aku keluar, Jibril datang membawa bejana berisi arak dan bejana
berisi susu. Aku memilih susu, Jibril berkata: “Engkau telah memilih fitrah.”
Lalu Jibril membawaku naik ke langit. Ketika Jibril minta dibukakan, ada yang
bertanya:” Siapakah engkau?” Dijawab: “Jibril.” Ditanya lagi: “Siapa yang
bersamamu?” Jibril menjawab:” Muhammad.” Ditanya:” Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril: “Ya, ia telah diutus.” Lalu dibukakan bagi kami. Aku bertemu
dengan Adam. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Kemudian aku
dibawa naik ke langit kedua. Jibril as. minta dibukakan. Ada yang bertanya:”
Siapakah engkau?” Jawab Jibril: “Jibril.” Ditanya lagi: “Siapakah yang bersamamu?
“Jawabnya: “Muhammad.” Ditanya:”
Apakah ia telah diutus?” Jawabnya:” Dia telah diutus.”
Pintu pun dibuka untuk kami. Aku bertemu dengan Isa bin Maryam as. dan Yahya
bin Zakaria as. Mereka berdua menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku
dibawa naik ke langit ketiga. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: “Siapa
engkau?” Dijawab: “Jibril.” Ditanya lagi: “Siapa bersamamu?” “Muhammad saw.”
jawabnya. Ditanyakan: “Dia telah diutus?” “ Dia telah diutus.” jawab Jibril. Pintu dibuka untuk kami. Aku bertemu Yusuf as.
Ternyata ia telah dikaruniai sebagian keindahan. Dia menyambutku dan mendoakanku
dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit keempat. Jibril minta dibukakan. Ada
yang bertanya: “Siapa ini?” Jibril menjawab: “Jibril.” Ditanya lagi: “Siapa
bersamamu?” “ Muhammad.” jawab Jibril. Ditanya:” Apakah ia telah diutus?”
Jibril menjawab: “Dia telah
diutus.” Kami pun dibukakan. Ternyata di sana ada Nabi Idris as. Dia
menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Allah Taala berfirman: “ Kami mengangkatnya pada tempat (martabat) yang tinggi.” Aku dibawa naik ke langit kelima. Jibril minta dibukakan. Ada yang
bertanya: “Siapa?” Dijawab:” Jibril.” Ditanya lagi:”Siapa bersamamu?” Dijawab: “Muhammad.”
Ditanya: “Apakah ia telah diutus?” Dijawab: “Dia telah diutus.”
Kami dibukakan. Di sana aku bertemu Nabi Harun as. Dia menyambutku dan
mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit keenam. Jibril as. minta
dibukakan. Ada yang bertanya: “Siapa ini?” Jawabnya: “Jibril.” Ditanya lagi: “Siapa
bersamamu?” “ Muhammad.” jawab Jibril. Ditanya: “Apakah ia telah diutus?”
Jawabnya:” Dia telah
diutus.” Kami dibukakan. Di sana ada Nabi Musa as. Dia menyambut dan
mendoakanku dengan kebaikan. Jibril membawaku naik ke langit ketujuh. Jibril
minta dibukakan. Lalu ada yang bertanya:” Siapa ini?” Jawabnya:” Jibril.”
Ditanya lagi: “Siapa bersamamu?” Jawabnya: “Muhammad.” Ditanyakan: “Apakah ia
telah diutus?” Jawabnya: “Dia telah diutus.” Kami dibukakan. Ternyata di sana
aku bertemu Nabi Ibrahim as. sedang menyandarkan punggungnya pada Baitul Makmur. Ternyata setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk ke
Baitul Makmur dan tidak kembali lagi ke sana. Kemudian aku dibawa pergi ke
Sidratul Muntaha yang
dedaunannya seperti kuping-kuping gajah dan buahnya sebesar tempayan. Ketika atas
perintah Allah, Sidratul Muntaha diselubungi berbagai macam keindahan, maka
suasana menjadi berubah, sehingga tak seorang pun di antara makhluk Allah mampu
melukiskan keindahannya. Lalu Allah memberikan wahyu kepadaku. Aku diwajibkan
salat lima puluh kali dalam sehari semalam. Tatkala turun dan bertemu Nabi saw.
Musa as., ia bertanya: “Apa yang telah
difardlukan Tuhanmu kepada umatmu?” Aku
menjawab: “Salat lima puluh kali.” Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu,
mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Aku pernah
mencobanya pada Bani Israel. Aku pun kembali kepada Tuhanku dan berkata:” Wahai
Tuhanku, berilah keringanan atas umatku.” Lalu Allah mengurangi lima salat
dariku. Aku kembali kepada Nabi Musa as. dan aku katakan:” Allah telah mengurangi lima waktu salat dariku.” Dia berkata: “Umatmu masih tidak sanggup melaksanakan itu.
Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi.” Tak henti-hentinya aku
bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa as. sampai Allah berfirman: “Hai Muhammad.
Sesungguhnya kefardluannya adalah lima waktu shalat sehari semalam. Setiap shalat
mempunyai nilai sepuluh. Dengan demikian, lima shalat sama dengan lima puluh salat. Dan barang siapa yang berniat
untuk kebaikan, tetapi tidak melaksanakannya, maka dicatat satu kebaikan
baginya. Jika ia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya.
Sebaliknya barang siapa yang berniat jahat, tetapi tidak melaksanakannya, maka
tidak sesuatu pun dicatat. Kalau ia jadi mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu
kejahatan.” Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa as., lalu aku beritahukan
padanya. Dia masih saja berkata:” Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah
keringanan.” Aku menyahut: “Aku telah bolak-balik kepada Tuhan, hingga aku
merasa malu kepada-Nya.”
(Shahih Muslim No.234)
Hadits
di atas menunjukkan pertama kali pensyari’atan shalat lima waktu dalam sehari
semalam dan pensyaria’atan shalat itu sendiri terjadi pada waktu malam Isra’
Mi’raj. Selain Hadits di atas, masih banyak lagi Hadits-Hadits Rasul saw yang
menjelaskan tentang Isra’ Mi’raj yang pada waktu itu Allah mewajibkan bagi Nabi
Muhammad saw dan seluruh umatnya untuk mengerjakan shalat.
sumber : http://sayangilmu7.blogspot.co.id/2014/07/sejarah-shalat-dari-masa-kemasa.html